(Sumber: http://www.arcane.org)
Saya doyan
menulis. Saya juga suka banget jalan-jalan. Saat ini saya sedang menghidupi
impian saya menjadi penulis perjalanan (travel
writer). Sebagai orang yang sering berkutat di depan laptop atau melakukan
perjalanan untuk mencari bahan tulisan, tak ada yang teman yang paling asyik
menemani saya kecuali musik. Mengapa?
Sebagai orang
yang menenun kata-kata untuk dijadikan tulisan, saya kadang butuh suasana yang
privat. Meski saya bisa menulis di tempat yang ramai atau bising, tapi jarang
sekali berhasil saya lakukan. Untuk itu, saya lebih suka menulis di tempat yang
sepi dan tenang. Jauh dari hingar-bingar yang bisa merusak konsentrasi.
Tetapi, biar
tidak kesepian kendati menulis di tempat yang sunyi, saya kerap memutar musik. Klik
iTunes, misalnya, lalu saya mainkan daftar lagu kesukaan saya. Saya biasanya
memilih lagu-lagu yang bisa membangkitkan mood
yang iramanya agak semarak. Biar otak ini bisa ON terus dan jemari bersemangat
mengetik.
Jenis musiknya
apa? Saya tidak membatasi diri mendengar jenis atau genre musik tertentu. Bisa rock,
pop, jazz, RnB, bahkan musik instrumen klasik, macam Beethoven. Asalkan easy listening, saya akan memutarnya. Tapi,
sebisa mungkin saya menyetel lagu berbahasa Inggris yang kemungkinan besar
tidak saya hafal lirik lagunya. Mengapa? Kalau saya hafal lirik lagunya, saya
malah akan ikut bernyanyi dan konsentrasi saya bisa terbelah. Makanya, saya
cenderung menikmati musiknya, alih-alih liriknya.
Begitulah,
musik bisa jadi peneman saya ketika menulis. Bagaimana jika mood saya kurang bagus? Musik pula yang
jadi booster-nya! Saya akan
istirahatkan sejenak tubuh saya, sembari mendengar musik yang bisa menenangkan
pikiran, iramanya lembut, dan tidak terlalu ramai instrumen. Ketika energi di
otak saya telah tersuplai kembali oleh musik yang saya dengar, maka saya pun
menulis kembali.
Oya, kadang
ketika saya merasa malas menulis, saya juga memutar video musik lho! Tapi,
bukan sembarang video musik yang saya mainkan. Tapi, video musik yang ada
penyanyi-penyanyi Indonesia yang masih muda tapi bertalenta luar biasa. Misalnya,
saya pernah menggebu-gebu semangat menulis dan berkarya hanya gara-gara memutar
berkali-kali video musik Sandhy Sandoro dan dua bersaudara Audrey &
Gamaliel.
Ketika Sandhy Sandoro bernyanyi di 'New Wave Festival', Latvia, pada 2009
Mengapa dua
musisi itu? Sandhy Sandoro kan pernah memenangkan kompetisi bernyanyi di Eropa
Timur 'New Wave Festival' pada 2009. Lagu ‘When A Man Loves A Woman’ milik Michael Bolton yang
mengantarkannya menjadi juara itu benar-benar membakar semangat saya. Bukan
hanya karena suara seraknya yang gahar dan mampu menggelegarkan panggung
spektakuler yang bergengsi itu. Tapi, juga ia bisa membuktikan bahwa sebagai
penyanyi Indonesia, ia bisa unjuk gigi di luar negeri dan menjadi pemenang. Nah,
spirit juangnya itulah yang saya tiru, bahwa ia masih muda, punya talenta luar
biasa, dan bisa jadi jawara. Kalau Sandhy Sandoro bisa memberikan teladan dan
konsistensi yang hebat di bidang musik, saya pun seharusnya bisa di bidang
menulis!
Audrey & Gamaliel di panggung Harmoni SCTV
Bagaimana
dengan Audrey & Gamaliel? Dua bersaudara yang kini bergabung dalam trio
Gamaliel, Audrey, & Cantika itu, membuat saya yang masih muda ini juga
merasa terbakar. Mereka masih muda, tak bosan aktualisasi diri lewat Youtube,
menghibur penonton dunia maya, dan akhirnya naik ke atas panggung Harmoni di
SCTV. Saya melihat mereka berdua, tak henti-hentinya saya iri. Iri yang saya
kelola jadi energi positif. Mereka bisa demikian di jalur musik, maka saya pun
harusnya bisa sehebat mereka di jalur menulis!
Oke, selain
musik sebagai peneman dan pembangkit energi saya ketika menulis, musik juga
peneman setia saya ketika melakukan perjalanan (traveling). Bagaimana tidak? Kadang ketika melakukan perjalanan
panjang dengan bus atau kereta, jika sudah merasa cukup puas memandang keluar
jendela atau bercakap-cakap dengan penumpang lainnya, maka musik bisa jadi
pelarian. Musik jadi peninabobo saya. Pengantar tidur. Bahkan, pada sesi-sesi
perjalanan tertentu, ada musik yang menjadi soundtrack
perjalanan saya. Ketika traveling ke
Lombok tahun 2011, bisa-bisanya Someone Like
You-nya Adele menjadi soundtrack perjalanan
saya dan teman-teman. Kok bisa? Iya, selain karena sedang jadi hit juga karena suasananya memang
sedikit galau...
Juga, ketika sedang mendengar lagu yang dinyanyikan Ipang yang
berjudul Apatis, saya pun bisa jadi merasa optimis memandang hidup. Optimis untuk
melakukan perjalanan. Optimis untuk meraih impian-impian. Begitu pula ketika
mendengar lagu-lagunya Anggun yang berkarakter kuat, tangguh, dan kadang mampu
mengamplas emosi.
Lebih-lebih,
saya pun termasuk suka menyanyi. Paling tidak di kamar mandi. Hebatnya adalah, ketika
saya menyanyi, saya bisa melepaskan stres. Ide-ide menulis pun hadir deras
seiring dengan guyuran air yang jatuh di kepala saya. Sehingga, acap kali saya
pengin cepat-cepat keluar dari kamar mandi dan menuangkan segera ide yang
berkelabatan di otak saya.
See? Sudah jelas kan kalau musik begitu
berdampak positif buat saya. Musik tidak hanya bisa mengasah kepekaan,
menyuntikkan semangat, mengatur emosi, tapi juga bisa bikin kegiatan menulis
saya jauh lebih hidup.
Makanya,
ketika saya tahu ada Yamaha Mio Music Fest yang merupakan kompetisi musik anak
muda terbesar se-Jatim, saya mendukung sekali. Itu bisa menjadi ajang yang
positif bagi anak muda yang sedang butuh aktualisasi. Anak muda yang berenergi
besar dan butuh penyaluran. Saya kira musik bisa jadi jawabannya.
Jika Sandhy Sandoro,
Audrey & Gamaliel, juga saya bisa merasakan manfaat musik yang begitu
besarnya, saya yakin anak muda yang lain pun begitu. Lewat Yamaha Mio Music Fest, salah satunya.
Ayo, dukung
anak muda Indonesia untuk bermusik dan berkarya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar