Rabu pagi (17/07) saya terbangun dengan badan yang rasanya tak enak. Agak meriang.
Saya segera mengingat-ingat apa yang saya lakukan tadi malam. Tidur jelang pukul 1 pagi dan bangun kisaran pukul 3 untuk sahur. Sahur pun hanya dengan air putih - yang sudah saya lakoni selama seminggu berpuasa. Lantas, saya lanjut tidur hanya dengan mengenakan kaus oblong dan celana tiga perempat. Diserbu nyamuk pula! Komplet!
Tanpa menganalisis lebih jauh penyebab meriang yang saya rasakan, segeralah saya ke kamar mandi. Sebab, pagi itu juga saya punya janji untuk bertemu teman-teman SMA saya di Bandara Djuanda, Surabaya. Mereka yang kuliah di Jogja dan Semarang itu akan pulang ke Lombok dan saya hendak menitip buku-buku saya untuk orang rumah.
Byur!!!
Air mengguyur badan saya. Pegal di badan tak saya hiraukan. Suhu tubuh yang meningkat dari biasanya, saya lawan. Tak eloklah bertemu teman dengan kondisi kusut masai, pucat pasi. Harus terlihat segar.
Sekitar pukul 09.25 WIB, saya pun berangkat dari kontrakan. Tak lupa kenakan jaket karena jam segitu cuaca Surabaya sudah menunjukkan wajah aslinya. Panas. Saya sedikit menyesal tidak meminjam helm teman yang full-face. Wajah kena angin saja, sudah bikin tak enak. Apalagi saat berada di belakang kendaraan dengan asap dari knalpot yang menyeruak. Saya cuma bisa mengembuskan atau menahan untuk tidak ambil napas.
Tiga puluh menit kemudian, sampailah saya di bandara. Langsung melepas kangen dengan teman-teman SMA saya. Ngobrol banyak hal, dari ujung timur ke ujung barat. Kendati saya merasakan suhu tubuh saya kian meningkat, tenggorokan saya agak sakit saat bicara, dan suara yang sampai di telinga saya tidak begitu jernih - karena otak saya juga mulai tidak konsentrasi - tetapi saya tetap antusias menyimak dan menimpali.
Hingga selepas salat zuhur, kami berbincang kembali. Mulailah saya merasakan mata saya berkunang-kunang dan memanas. Duduk saya mulai tak bisa tegak, tubuh lemas. Sementara suhu di ruang terbuka bandara kian terasa panasnya. Antara dehidrasi dan memang sudah ada indikasi saya sakit, seakan-akan berkolaborasi.
Lelah. Otak saya sudah tidak bisa diajak lagi berpikir jernih.
Saya pun meminta izin pada teman-teman saya untuk istirahat di bangku tunggu. Saya ingin menyenderkan kepala. Berniat tidur sejenak sementara pesawat mereka akan take off sejam lagi.
Kembali saya kenakan jaket. Lalu coba pejamkan mata. Andai bangku kosongnya lebih panjang, saya ingin rebahan saja. Demam, sakit kepala, mata berkunang-kunang, nyeri di bagian selangkangan sebelah kanan. Itulah yang saya rasakan.
Di saat sedang berusaha mengosongkan pikiran dan meniadakan suara-suara ramai di bandara, teman-teman saya justru menyegerakan untuk masuk counter check in. Saya iyakan. Niat mereka baik malah, saya kira. Mereka ingin agar saya segera istirahat.
Kami pun berpisah.
Saya merasa tak kuat untuk segera balik ke kontrakan. Apalagi cuaca benar-benar lagi terik. Saya putuskan untuk tiduran sejenak di bangku tunggu. Kali ini posisi rebahan, kaki agak tertekuk, biar pengunjung bandara lainnya masih tetap bisa duduk.
Saya hanya bisa tidur-tidur ayam. Sembari tetap mensugesti diri bahwa saya akan baik-baik saja. Jangan sampai saya lemas - atau parahnya, pingsan - di bandara. Saya ke sini sendirian.
Ya, saya hanya perlu mengecas ulang energi dengan cara begini. Tidur sejenak.
Asar tiba, saya salat dulu di bandara. Saya kira, saya masih kuat berjalan. Sambil menakar-nakar kemampuan diri, saya pun memutuskan untuk pulang saja. Daripada saya berlama-lama di tengah keriuhan bandara, mending saya segera istirahat di kontrakan. Meskipun sempat terlintas hal-hal tidak mengenakkan yang mungkin saja terjadi di jalan, tapi saya menguatkan diri.
Saya harus bisa bertahan sampai tiba di kontrakan!
***
Dua Hari, Empat Tablet, Sembuh!
Pukul 4 sore. Saya sudah semakin dekat dengan kontrakan. Namun, di otak saya telah terpasang alarm untuk sekalian beli ransum berbuka puasa plus obat!
Saya pun mampir di sebuah minimarket. Di depannya ada beberapa stan makanan dan minuman. Saya langsung menghampiri stan jus yang juga menyediakan sup serta salad buah. Saya pesan salad buah.
Di minimarket, saya membeli roti, susu, minuman penyegar kalengan, dan Bodrex. Saya memilih Bodrex karena tertulis di kotaknya "Meringankan SAKIT KEPALA, SAKIT GIGI dan menurunkan DEMAM" yang sangat pas dengan gejala yang saya alami saat itu (minus sakit gigi, tentu). Selain itu, saya ingin mencoba keampuhan Bodrex dibandingkan dengan obat merk lain yang biasanya saya konsumsi jika terkena gejala seperti di atas.
Setelah membayar semua, meluncurlah saya ke kontrakan. Suhu badan mungkin sudah di atas 35 derajat celcius. Otak saya berdenyut-denyut.
Berganti pakaian, saya melesat ke kamar mandi. Air seni saya panas sekali. Saya sendiri kaget. Astaghfirullah...
Dalam kondisi sudah berwudu, sambil menunggu azan magrib berkumandang, saya rebahan di kamar. Berusaha memejamkan mata dan mengistirahatkan otak.
Saya hanya sempat lelap sejenak ketika akhirnya waktu berbuka tiba. Alhamdulillah...
Karena perut dalam kondisi benar-benar kosong, saya tidak langsung minum obat. Saya isi dulu dengan salad buah.
Sejam kemudian saya makan nasi. Ini atas anjuran teman. "Makan nasi dulu biar ada tenaganya, Mas."
Barulah 2 dari 20 tablet Bodrex saya telan.
Dari secarik kertas petunjuk yang ada di dalam kotak Bodrex, saya mengetahui kalau tiap tablet lapis dua mengandung 600 mg parasetamol dan 50 mg kofein. Jika parasetamol saya sudah mafhum, tapi kofein? Apa fungsinya dalam Bodrex?
Ya, parasetamol berfungsi sebagai analgesik untuk meredam rasa nyeri, dari yang ringan sampai sedang, termasuk sakit kepala dan sakit gigi. Ia juga berfungsi sebagai antipiretik yang dapat mengurangi demam dengan cara mempengaruhi hipotalamus, bagian otak yang mengatur suhu tubuh.
Ternyata, kofein pun memiliki efek analgesik yang secara sinergis ketika dikombinasikan dengan analgesik lain. Penggunaan kofein meningkatkan kemampuan analgetik dan memungkinkan pemakaian 40% dosis yang lebih rendah dengan efek meredakan nyeri.
Dan, efek dari mengonsumsi Bodrex adalah panas tubuh saya kian meninggi, lantas berkeringat. Saya kira, sahur pun saya kudu mengonsumsinya, ternyata saya terlewat. Saya cuma minum air putih saja dan kembali istirahat.
Maka, pada Kamis itu, saya masih tergolek lemas di atas kasur tipis saya. Siangnya, saya rasakan kembali gejala yang sama dengan hari sebelumnya. Di dalam hati saya berkata, "Minum dua tablet Bodrex saja sepertinya belum mempan. Harus bersabar sampai magrib lagi..."
Dan, Kamis malamnya, saya mengonsumsi roti, minuman penyegar, dan kembali menelan dua tablet Bodrex. Lalu, saya istirahat kembali. Suasana kamar yang sengaja di'steril'kan dari keramaian, cukup membantu menenangkan otak saya.
Kamis malam itulah saya benar-benar merasakan efek yang lebih besar dari Bodrex. Keringat saya jauh lebih banyak keluar daripada malam sebelumnya. Saya tetap memakai baju, jaket, celana training, juga berselimut dengan sarung. Sengaja. Biar panas tubuh saya benar-benar keluar dengan atmosfer yang diset sedemikian rupa. Bodrex bekerja, panas tubuh meningkat, keringat keluar semua, dan... pelan-pelan suhu tubuh saya pun mereda.
Kala waktu sahur, saya pun dengan pede tidak mengonsumsi Bodrex. Saya yakin akan sembuh hari itu. Dan, ternyata benar!
Menjelang Jumat, saya dengan sigap ke kamar mandi. Membersihkan badan, lalu berangkat ke masjid buat salat jumat. Meski badan butuh asupan energi, tapi saya tidak merasakan lagi pusing dan panas. Alhamdulillah... Saya sembuh!
Dua hari, empat tablet Bodrex, sembuh!
Manfaat Bodrex, si juara cepat, ternyata tidak hanya dirasakan oleh saya sendiri, tapi juga oleh banyak keluarga di Indonesia.Ini saya ketahui dari penelusuran saya di berbagai blog yang memberikan testimoni atas produk keluaran PT. Tempo Scan Pacific Tbk. ini. Selain itu, perusahaan ini juga menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), salah satunya bertajuk bodrex Reaksi Cepat (bRC).
Bodrex Reaksi Cepat (bRC) ini mulai dijalankan sejak 2006. Secara umum tujuannya untuk memberi pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya di daerah kumuh, tertinggal, dilanda bencana, serta kondisi ekonomi masyarakatnya masyoritas tergolong tidak mampu.
Secara garis besar, ruang lingkup kerjam tim bRC dikelompokkan jadi dua, yakni: membantu penanggulangan bencana dengan terjun langsung di lokasi (misal: mendirikan posko kesehatan darurat) dan melakukan beragam kegiatan sosial, semisal operasi hernia, operasi katarak, khitan massal, pengobatan massal, donor darah, pembagian vitamin dan makanan tambahan bagi balita, fogging, penyuluhan kesehatan dan KB, pemeriksaan ibu hamil, dan sebagainya.
Contoh nyata pelaksanaan bRC adalah operasi hernia gratis di RS Sentra Medika, Cikarang, pada akhir Mei 2012 yang diikuti oleh warga dari berbagai wilayah di Jabodetabek, Sukabumi, Cianjur, dan Cidaun (Sumber: http://sisicerahkehidupan.wordpress.com/2012/06/20/csr-center-pt-tempo-scan-pacific-tbk-gelar-operasi-hernia-gratis-dan-pengobatan-massal/, diakses pada 22 Juli 2013 pukul 14:42 WIB). Selain itu, dari sumber yang sama juga disebutkan bahwa CSR Center PT Tempo Scan Pacific Tbk juga gelar pengobatan massal di Cipinang Utara dan Cipinang Selatan masing-masing pada 5 Juni 2012 dan 12 Juni 2012.
Lantas, dari mana dana untuk CSR Center di mana bRC bernaung? Ini mungkin memantik pertanyaan bagi awam. Jawabannya adalah dengan menyisihkan sebagian dari hasil penjualan produk-produk keluaran PT Tempo Scan Pacific Tbk, seperti Bodrex, Bodrexin, Hemaviton, Vidoran, dan My Baby.
Jadi, kalau saya atau Anda membeli dan mengonsumsi produk PT Tempo Scan Pacific Tbk, tidak hanya manfaat sehat yang kita rasakan, tapi juga kita telah ikut berpartisipasi dalam tiap kegiatan sosial yang dihelat oleh CSR Center. Secara tak langsung, kita beramal dengan cara demikian. Tidak berat pastinya, kan? Apalagi di bulan Ramadan ini.
Itulah sebabnya, saya pribadi pun tidak perlu merasa rugi telah membeli Bodrex. Bagaimana tidak? Allah menganugerahkan saya kesembuhan melalui Bodrex. Saya juga bisa ikut berkontribusi untuk berbagi pada sesama. Entahlah, mungkin tak seberapa banyak dari harga Rp6.500,00 yang saya keluarkan untuk membeli Bodrex. Tapi, saya bahagia bisa menjadi bagian dari bRC secara tidak langsung.
Dan, semua konsumen Bodrex patut berbangga dengan prestasi bRC yang memperoleh Superbrands 2013 CSR Award dari Superbrands Indonesia bekerja sama dengan Grup Tempo Media. Prestasi yang tidak main-main, tentu saja, karena Superbrands adalah arbiter independen terbesar di dunia branding.
Harapannya, tentu saja, masyarakat kian mengenal dan merasakan langsung bRC secara lebih luas. Khususnya, masyarakat yang berada di luar Pulau Jawa. Sebab, saya sendiri yang berasal dari Lombok sudah lama mengenal Bodrex melalui lingkup keluarga saya. Namun, mendengar program bodrex Reaksi Cepat (bRC) baru-baru ini.
Memang tanpa data, saya tentu tidak bisa mengatakan bahwa konsumen di luar daerah lebih banyak daripada di Jawa. Sehingga untuk berani bilang kalau sumbangsih untuk CSR ini, juga pasti besar dari mereka. Jadi, saya berprasangka baik saja bahwa CSR Center pasti telah mengalkulasi dan memikir itu semua dengan jauh lebih matang.
Semoga Bodrex ke depannya jauh lebih membumi dan bermanfaat bagi masyarakat lewat bodrex Reaksi Cepat! Tak ada kata terlambat untuk berbuat baik.
Saya hanya sempat lelap sejenak ketika akhirnya waktu berbuka tiba. Alhamdulillah...
Karena perut dalam kondisi benar-benar kosong, saya tidak langsung minum obat. Saya isi dulu dengan salad buah.
Sejam kemudian saya makan nasi. Ini atas anjuran teman. "Makan nasi dulu biar ada tenaganya, Mas."
Hanya empat tablet Bodrex yang saya konsumsi (Sumber: dokpri) |
Barulah 2 dari 20 tablet Bodrex saya telan.
Dari secarik kertas petunjuk yang ada di dalam kotak Bodrex, saya mengetahui kalau tiap tablet lapis dua mengandung 600 mg parasetamol dan 50 mg kofein. Jika parasetamol saya sudah mafhum, tapi kofein? Apa fungsinya dalam Bodrex?
Ya, parasetamol berfungsi sebagai analgesik untuk meredam rasa nyeri, dari yang ringan sampai sedang, termasuk sakit kepala dan sakit gigi. Ia juga berfungsi sebagai antipiretik yang dapat mengurangi demam dengan cara mempengaruhi hipotalamus, bagian otak yang mengatur suhu tubuh.
Ternyata, kofein pun memiliki efek analgesik yang secara sinergis ketika dikombinasikan dengan analgesik lain. Penggunaan kofein meningkatkan kemampuan analgetik dan memungkinkan pemakaian 40% dosis yang lebih rendah dengan efek meredakan nyeri.
Dan, efek dari mengonsumsi Bodrex adalah panas tubuh saya kian meninggi, lantas berkeringat. Saya kira, sahur pun saya kudu mengonsumsinya, ternyata saya terlewat. Saya cuma minum air putih saja dan kembali istirahat.
Maka, pada Kamis itu, saya masih tergolek lemas di atas kasur tipis saya. Siangnya, saya rasakan kembali gejala yang sama dengan hari sebelumnya. Di dalam hati saya berkata, "Minum dua tablet Bodrex saja sepertinya belum mempan. Harus bersabar sampai magrib lagi..."
Dan, Kamis malamnya, saya mengonsumsi roti, minuman penyegar, dan kembali menelan dua tablet Bodrex. Lalu, saya istirahat kembali. Suasana kamar yang sengaja di'steril'kan dari keramaian, cukup membantu menenangkan otak saya.
Kamis malam itulah saya benar-benar merasakan efek yang lebih besar dari Bodrex. Keringat saya jauh lebih banyak keluar daripada malam sebelumnya. Saya tetap memakai baju, jaket, celana training, juga berselimut dengan sarung. Sengaja. Biar panas tubuh saya benar-benar keluar dengan atmosfer yang diset sedemikian rupa. Bodrex bekerja, panas tubuh meningkat, keringat keluar semua, dan... pelan-pelan suhu tubuh saya pun mereda.
Kala waktu sahur, saya pun dengan pede tidak mengonsumsi Bodrex. Saya yakin akan sembuh hari itu. Dan, ternyata benar!
Menjelang Jumat, saya dengan sigap ke kamar mandi. Membersihkan badan, lalu berangkat ke masjid buat salat jumat. Meski badan butuh asupan energi, tapi saya tidak merasakan lagi pusing dan panas. Alhamdulillah... Saya sembuh!
Dua hari, empat tablet Bodrex, sembuh!
***
bRC: Tak Sebatas Manfaat Personal, Tapi Komunal
Manfaat Bodrex, si juara cepat, ternyata tidak hanya dirasakan oleh saya sendiri, tapi juga oleh banyak keluarga di Indonesia.Ini saya ketahui dari penelusuran saya di berbagai blog yang memberikan testimoni atas produk keluaran PT. Tempo Scan Pacific Tbk. ini. Selain itu, perusahaan ini juga menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), salah satunya bertajuk bodrex Reaksi Cepat (bRC).
Bodrex Reaksi Cepat (bRC) ini mulai dijalankan sejak 2006. Secara umum tujuannya untuk memberi pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya di daerah kumuh, tertinggal, dilanda bencana, serta kondisi ekonomi masyarakatnya masyoritas tergolong tidak mampu.
Secara garis besar, ruang lingkup kerjam tim bRC dikelompokkan jadi dua, yakni: membantu penanggulangan bencana dengan terjun langsung di lokasi (misal: mendirikan posko kesehatan darurat) dan melakukan beragam kegiatan sosial, semisal operasi hernia, operasi katarak, khitan massal, pengobatan massal, donor darah, pembagian vitamin dan makanan tambahan bagi balita, fogging, penyuluhan kesehatan dan KB, pemeriksaan ibu hamil, dan sebagainya.
Pemeriksaan kesehatan balita, wujud nyata bodrex Reaksi Cepat (Sumber: https://www.facebook.com/AhlinyaAtasiSakitKepala) |
Pelaksanaan bodrex Reaksi Cepat (Sumber: http://sisicerahkehidupan.wordpress.com) |
Contoh nyata pelaksanaan bRC adalah operasi hernia gratis di RS Sentra Medika, Cikarang, pada akhir Mei 2012 yang diikuti oleh warga dari berbagai wilayah di Jabodetabek, Sukabumi, Cianjur, dan Cidaun (Sumber: http://sisicerahkehidupan.wordpress.com/2012/06/20/csr-center-pt-tempo-scan-pacific-tbk-gelar-operasi-hernia-gratis-dan-pengobatan-massal/, diakses pada 22 Juli 2013 pukul 14:42 WIB). Selain itu, dari sumber yang sama juga disebutkan bahwa CSR Center PT Tempo Scan Pacific Tbk juga gelar pengobatan massal di Cipinang Utara dan Cipinang Selatan masing-masing pada 5 Juni 2012 dan 12 Juni 2012.
Lantas, dari mana dana untuk CSR Center di mana bRC bernaung? Ini mungkin memantik pertanyaan bagi awam. Jawabannya adalah dengan menyisihkan sebagian dari hasil penjualan produk-produk keluaran PT Tempo Scan Pacific Tbk, seperti Bodrex, Bodrexin, Hemaviton, Vidoran, dan My Baby.
Jadi, kalau saya atau Anda membeli dan mengonsumsi produk PT Tempo Scan Pacific Tbk, tidak hanya manfaat sehat yang kita rasakan, tapi juga kita telah ikut berpartisipasi dalam tiap kegiatan sosial yang dihelat oleh CSR Center. Secara tak langsung, kita beramal dengan cara demikian. Tidak berat pastinya, kan? Apalagi di bulan Ramadan ini.
Itulah sebabnya, saya pribadi pun tidak perlu merasa rugi telah membeli Bodrex. Bagaimana tidak? Allah menganugerahkan saya kesembuhan melalui Bodrex. Saya juga bisa ikut berkontribusi untuk berbagi pada sesama. Entahlah, mungkin tak seberapa banyak dari harga Rp6.500,00 yang saya keluarkan untuk membeli Bodrex. Tapi, saya bahagia bisa menjadi bagian dari bRC secara tidak langsung.
Saat Gala Dinner Superbrands 2013 (Sumber: http://superbrands.co.id/) |
Dan, semua konsumen Bodrex patut berbangga dengan prestasi bRC yang memperoleh Superbrands 2013 CSR Award dari Superbrands Indonesia bekerja sama dengan Grup Tempo Media. Prestasi yang tidak main-main, tentu saja, karena Superbrands adalah arbiter independen terbesar di dunia branding.
Harapannya, tentu saja, masyarakat kian mengenal dan merasakan langsung bRC secara lebih luas. Khususnya, masyarakat yang berada di luar Pulau Jawa. Sebab, saya sendiri yang berasal dari Lombok sudah lama mengenal Bodrex melalui lingkup keluarga saya. Namun, mendengar program bodrex Reaksi Cepat (bRC) baru-baru ini.
Memang tanpa data, saya tentu tidak bisa mengatakan bahwa konsumen di luar daerah lebih banyak daripada di Jawa. Sehingga untuk berani bilang kalau sumbangsih untuk CSR ini, juga pasti besar dari mereka. Jadi, saya berprasangka baik saja bahwa CSR Center pasti telah mengalkulasi dan memikir itu semua dengan jauh lebih matang.
Semoga Bodrex ke depannya jauh lebih membumi dan bermanfaat bagi masyarakat lewat bodrex Reaksi Cepat! Tak ada kata terlambat untuk berbuat baik.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar