Senin, 01 Maret 2010

Pejalan dan Penampilan


Karena sewaktu bersekolah dasar saya terbiasa jalan kaki dari dan ke rumah, maka bukan suatu keheranan jika rambut saya menjadi sedikit memerah dan kulit yang agak kecokelatan. Tidak sampai gosong. Namun, cukup membuat saya menjadi tidak percaya diri dengan keelokan tubuh yang telah Tuhan anugerahkan. Minder pada anak-anak yang lebih tampan, seperti itulah.

Dan, ketika di SMP, ada teman yang iseng atau memang sengaja melontarkan tanya. "Tah, rambutmu dicat, ya? Pakai air keras, gitu?"

Saya nyengir saja. Bisa dibilang, itu pertanyaan yang agak menohok. Entah kawan itu sengaja ingin memalukan saya ataukah karena memang dia tidak tahu. Tapi, kecurigaan saya lebih menjurus pada: MEREKA SENGAJA. MENGEJEK PENAMPILAN SAYA YANG TERBILAS DAN TERGILAS SINAR MATAHARI TERLALU SERING.

Pertanyaan mereka itu pada dasarnya juga berakar dari sosok salah satu kakak laki-laki saya. Inisialnya, J. Kakak saya tersebut cukup terkenal di kalangan anak muda di kota kecil kami karena kebengalannya. Bengal? Pergaulannya memang dengan anak-anak yang suka balapan liar dan memreteli motornya hingga nampak aneh. Ada pengejaran pretise bagi dirinya di komunitas tersebut. Mungkin pula sebagai bentuk berontaknya pada aturan dalam keluarga.

Nah, selain hobi balap dan teman-teman SMP saya cukup banyak yang sehobi dengannya, dia juga pernah mengecat rambutnya. Di dalam masyarakat kami, anak yang bercat rambut, entah kuning, merah, apalagi warna-warna ngejreng lainnya, diidentikkan sebagai anak nakal.

Sudah identik dengan anak nakal dan saya kebetulan adiknya, maka saya pun dikira nakal. Itu pun prasangka saya terhadap komentar teman-teman, tidak seratus persen benar. Sebab, mereka tahu sendiri kalau saya termasuk anak yang pendiam, rajin belajar, dan manutan. Cuma, penampilan luar sedikit menipu. Rambut di bagian depan agak kemerah-merahan.

Sungguh! Bukan karena sengaja aku cat. Aku bukan tipe seperti itu. Justru, aku sangat tidak percaya diri dengan tampilan rambut seperti itu. Aku lebih suka berpenampilan alami. Sederhana. Bersahaja, kalau bisa.

Itu juga gara-gara intensitasku yang lumayan tinggi terpapar oleh sinar matahari. Sejak kecil suka bermain-main di luar. Sawah, jalanan, sungai. Penampilan yang tidak kujaga itu pun tentu saja melekat, terbawa sampai SMP. Sampai aku sadar untuk merawat rambutku sehingga pernah memakai sampo yang khasiatnya untuk menghitamkan rambut. Tak berhasuil. Tak ada efeknya. Keinginan menghitamkan rambut justru menimbulkan efek lain. Rambutku menjadi kusut. Keritingnya semakin ikal. "Kalau lalat dimasukin ke rambutmu, pasti bakal tersesat!" goda teman saya. Saya pun tertawa. Meringis, tepatnya.

Hari demi hari berlalu. Di SMA, saya sempat alergi jalan. Sebab, ada motor pemberian orang tua. Ke sekolah, ke rumah kawan, dan ke mana-mana, menjadi lebih sering dengan motor. Saya agak terawat, secara alamiah. Berjaket juga menjadi lebih sering. Biar tidak kena angin. Biar tidak tersengat terik matahari.

SMA lewat. Masa kuliah pun tiba. Dan, seperti sebuah siklus. Saya justru menjadi lebih suka berada di bawah tiupan matahari. Agak tidak hirau pada kesehatan kulit, mungkin iya. Namun, di sisi lain, saya merasa kembali menemukan kenikmatan dengan anugerah yang dilimpahkan Tuhan melalui matahari, angin, bintang, rembulan, dan kawan-kawannya. Dan, seakan-akan, saya rela untuk berada di bawah terik mentari. Ada semangat pejalan yang muncul di situ. Semangat meresapi dan berkawan dengan alam.

Pejalan dan penampilan?

Sinkronkan saja!


*gambar diculik dari www.gettyimages.com*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar